Merencanakan Kebahagiaan

“Maaf kalau terdengar aneh,” katanya sambil mengangkat kepala yang sejak tadi menekuni tekstur meja. “Aku sangat senang bertemu denganmu.”

Aku bisa melihat wajahnya memerah sedikit di bawah cahaya lampu kuning. Cantik. Aku segera menundukkan kepala.

“Orang-orang sering memimpikan kehidupan yang indah, keluarga yang menentramkan. Tapi mereka hanya berhenti di situ. Terlalu asyik dengan harapan. Khayalan. Imajinasi.”

Aku menyukai ritme ucapannya. Tegas tapi tidak mengintimidasi. Entahlah, terasa begitu pas.

“Yang mereka pikirkan hanya cinta,” lanjutnya, “Mereka pikir kalau sudah mencintai dan dicintai, hidup bahagia akan dimulai. Tidak ada yang punya niat serius untuk mencapai tujuannya dengan rencana-rencana nyata. Hampir saja aku putus asa.” Senyumnya mengembang sedikit, lalu ia kembali memainkan tisu di atas meja.

“Sebenarnya posisinya jauh lebih sulit bagiku,” kataku. “Menurutmu berapa banyak perempuan yang sudi duduk bersama mendiskusikan masa depan secara konkret? Pikiran kalian terlalu sering dibawa terbang oleh kisah-kisah dongeng.”

Ia mengangguk. “Aku mengakuinya. Atas nama perempuan, aku meminta maaf.” Ia meringis geli, menertawakan ucapannya sendiri. Lalu aku ikut tertawa. Dua nada tawa yang berkolaborasi, menjadi satu kombinasi yang menggelitik telingaku.

“Baiklah,” ia menyudahi tawa itu, sedikit salah tingkah. “Maaf aku mengalihkan pembicaraan. Seperti yang telah kujelaskan tadi, itu bagian dari kelemahanku.”

Ekspresi pintarnya membuatku merasa.. justru ia telah sengaja mengalihkan pembicaraan, agar aku dapat memahami penjelasannya dengan baik. Ia seolah sedang memberikan contoh kasus. Kalau memang benar begitu, sungguh wanita di depanku bukanlah orang sembarangan.

“Sekarang akan kulanjutkan.” Ia mengambil kembali Ipad-nya dan menghadapkan papan itu padaku. “Untuk memberimu keleluasaan, aku menawarkan tiga paket pilihan: silver, gold, dan platinum. Pembayaran dibagi menjadi dua jenis: sebagai mas kawin dan sebagai nafkah bulanan. Kita bisa membicarakan kombinasi pembayaran yang sesuai setelah kamu memutuskan paket mana yang akan kamu pilih.”

Aku membaca sekilas daftar yang ia tawarkan. “Hmm.. tidak ada masakan setiap hari?”

“Ah, itu..” Ia berpikir sejenak. “Sejak kemarin aku juga agak ragu soal itu. Aku tidak terlalu pandai di dapur, jadi aku khawatir membahayakan kesehatanmu. Tapi aku bisa menambahkan ini.”

Ia mengutak-atik Ipad-nya, kemudian menunjukkannya lagi padaku. Di paket gold dan platinum telah ditambahkan berjanji bersungguh-sungguh berlatih memasak dan setelah mahir akan membuatkan masakan kesukaanmu setiap saat (kecuali pada beberapa situasi yang akan dijelaskan pada lampiran).

Alisku mengerut bingung, dan ia menyadarinya.

“Aku tahu, pasti terdengar aneh. Harusnya ada batasan jelas berapa lama aku punya waktu untuk berlatih, apa saja standar mahir, dan apa itu bersungguh-sungguh. Aku akan memperbaikinya lagi,” katanya dengan nada menyesal.

“Aneh memang. Tapi tidak apa-apa, aku rasa itu lebih baik. Baiklah, aku pilih paket platinum.”

Dan kehidupan bahagia kami dimulai dari sini.

Published by

afina

the girl who struggle with the question, "Who am I?"

10 thoughts on “Merencanakan Kebahagiaan”

      1. apa karena kamu memilih untuk terpengaruh kisah Beautiful and The Beast? :))
        tapi aku membaca “sesuatu” dalam postingan ini *halah*

        Like

  1. Haha, matre banget ya pembayaran mas kawin dan nafkah sesuai paket :p

    Btw, nggaweo cerpen seng akeh Vin. Ngkok tak kumpulno tak dol $.$

    Like

    1. Matre? :D Kalo baca-baca pendekatan evolusioner sih kesukaan perempuan akan laki-laki berharta dan kesukaan laki-laki akan perempuan cantik itu alami, mendukung tugas reproduksi :)) Aku pikir itu justru ‘kamu banget’ Tu, task-oriented :)))

      Ngono ta? Koyok ono sing gelem tuku ae XD

      Like

      1. yang alami itu berarti sesuai dengan sifat manusia ya? Singkatnya yang aku tangkap, ketertarikan harta oleh hawa dan fisik oleh adam itu manusiawi, gitu eh? :))
        Ga ada hubungannya yo sama aku yang task-oriented. Ini soal hubungan, bukan cuma “pekerjaan reproduksi”. -..-

        Iyo temenan iki Vin. Lek ga pede, diasuransino wae cek ga rugi banget umpama ga payu.

        Like

  2. afinyah, salah ga sih punya konsep semacam ini maksudku hal platinum-dan-gold. karena aku sendiri punya konsep…….seperti di tokoh perempuan itu HAHAHAHAHA *minta disamain* *engga kok vin* *paradoks*

    Like

    1. Waduh Han, siapatah aku berani nyalah-nyalahin :)) Yang penting sih sesuai aturan aja. Ditunggu undangannya… (eh undangannya ngga bakal disuruh bayar kan? –a)

      Like

Leave me some words